Sebetulnya sudah lama ingin berbagi pengalaman melahirkan di puskesmas. Tapi ternyata sampai saat ini yang namanya membagi waktu dan tenaga dengan baik itu masih harus terus belajar, hehe.
Tahun 2021 nggak kerasa udah berjalan beberapa bulan. Nggak kerasa juga, si kecil nak mbarep saya sudah berusia setahun lebih. Puji syukur Alhamdulillah dengan segala hal yang datang pada keluarga kecil kami di dua tahun terakhir. Memang, apapun yang sudah ditetapkan oleh-Nya akan selalu indah pada waktunya. Siap tak siap, semuanya adalah sebuah jawaban terbaik yang tentunya juga disertai dengan tanggung jawab.
Perjalanan kehamilan sempat sedikit saya ceritakan di blog ini juga. Sejak dulu saya selalu punya pemikiran bahwa segala hal yang secara alamiah memang harus dijalani, ya sudah dijalani saja apa adanya tanpa bumbu-bumbu drama tambahan. Mungkin, itu yang kemudian membawa saya menjalani masa-masa kehamilan dan melahirkan yang rasanya seperti...ya sudah begitu, ayok dilalui saja. Tanpa mual, tanpa ngidam, cuman satu yang paling kerasa, tambah gampang ngantuk, hehe. Lelah lemes? Ya lelah yang wajar aja, namanya juga hamil, tentu kondisi tubuh tidak se-prima ketika nggak hamil.
Alhamdulillah, saya diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa melahirkan secara normal anak pertama di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Semuanya serba pertama. Semuanya hanya berawal dari apa yang dibayangkan ketika membaca artikel, jurnal ini itu, atau menonton video dari ibu-ibu lain yang sudah dengan baik hati berbagi ilmu dan pengalaman mereka. Dan kali ini saya juga ingin berbagi pengalaman melahirkan di puskesmas. Dulu tak sedikit juga ternyata yang mempertanyakan, kenapa di Puskesmas? Kok berani ya, apalagi anak pertama? Hmm, kenapa tidak?
Kenapa memilih melahirkan di Puskesmas?
Bagi saya pribadi, alasan pertama tentu saja karena kondisi kandungan dan perjalanan kehamilan saya yang Alhamdulillah baik-baik saja dan semua hal yang menjadi syarat untuk bisa lahiran secara normal sudah terpenuhi, tidak ada tanda-tanda kegawatan yang muncul selama itu. Kedua, puskesmas ini mempunyai fasilitas kesehatan 24 jam yang memenuhi untuk bisa melayani proses persalinan. Ketiga, jarak tempuh dan akses jalan Magelang yang lengang dari rumah saya hanya kurang dari 6 kilometer. Keempat, karena saya punya alasan yang sedikit sentimentil untuk memilih Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Kelima, dan bagi saya ini satu hal yang tak kalah penting untuk dipertimbangkan bagi ibu yang akan melahirkan, adalah chemistry dengan lingkungan di Puskesmas Tegalrejo ini lah yang semakin memantapkan hati saya untuk melakukan persalinan disini.
Singkatnya, ada 5 hal yang jadi pertimbangan saya untuk melahirkan di puskesmas Tegalrejo :
- Kondisi kandungan dan perjalanan selama kehamilan baik-baik saja, memenuhi kriteria untuk lahiran secara normal
- Puskesmas Tegalrejo punya fasilitas kesehatan 24 jam melayani persalinan
- Jarak tempuh <6 kilometer
- Alasan sentimentil
- Chemistry dengan lingkungan puskesmas (bidan, pelayanan, ruangan, dll)
Dari mana chemistry itu didapatkan? Tentunya nggak cuman sehari dua hari untuk bisa mengetahuinya. Saya sudah beberapa kali mengunjungi puskesmas ini, sembari kontrol kehamilan, saya coba berjalan mengelilingi setiap sudut di sana. Melihat dan mencoba berinteraksi dengan petugas medis yang ada di puskesmas. Menyempatkan waktu untuk bercakap-cakap dengan bidan dan perawat, sembari memperhatikan bagaimana atmosfir tempat itu dengan saya. Feeling, ya, kala itu rasanya saya benar-benar menyerahkan perasaan saya, dengan tentu saja tetap melibatkan logika dan nggak waton gobras gabrus.
Pendaftaran persalinan di Puskesmas Tegalrejo
Pendaftaran persalinan di puskesmas dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelum HPL tiba. Kalau di Puskesmas Tegalrejo, kita bisa mendaftar untuk persalinan H-2 bulan sebelum HPL. Bu ibu bisa mengisi form pendaftaran secara online melalui tautan berikut ini bit.ly/Dalin_Tejo. Kalau dulu kebetulan saya mendaftar langsung di ruangan petugas persalinan (di lantai 2) karena kala itu bertepatan saya kontrol hamil juga. Setelah mengisi form pendaftaran, petugas di sana menjelaskan dan memberikan secarik kertas yang berisi daftar barang-barang pribadi apa saja yang harus dibawa sendiri oleh pasien ketika ingin melakukan persalinan di puskesmas.
Si Kecil yang memilih kapan Ia ingin lahir ke dunia ini
Kala itu, waktu perkiraan persalinan saya sudah lewat seminggu. Bahkan, di hari yang tadinya diperkirakan saya akan melahirkan, saya masih masuk kerja, hahaha. Masih inget banget waktu di kantor ada teman yang tanya: "Jeng, perutmu udah keliatan gede banget, kapan HPL-nya?".........Saya jawab, "Hari ini", sembari nyengir. Lalu percakapan berakhir dengan hahaha yang awkward. Iya, saya memang pengen ambil cuti mepet, semepet-mepetnya dengan hari persalinan. Tentunya ya biar bisa menikmati waktu bersama si kecil lebih lama sebelum besok harus kembali bekerja. Dan ternyata Allah Yang Maha Kuasa mengabulkan keinginan itu.
Laki-laki atau perempuan; Sabtu atau Minggu; Siang atau malam; dan untuk segala hal yang jawabannya murni kehendak Yang Maha Kuasa, saya tak pernah berani untuk mencoba ngarani ini dan itu.
Selalu memanjatkan doa, agar jabang bayi selalu sehat, lengkap, dan kuat tanpa kurang. Sampai pada akhirnya sudah lewat hampir dua pekan, tentu saja hati ini mulai jadi khawatir. Bapak suami sudah mulai ancang-ancang, tapi apa boleh buat kala itu si bapak masih harus menjalani Ujian Akhir Semester. Si kecil tak kunjung memberikan tanda-tanda kehadirannya. Saya jadi berprasangka, jangan-jangan ini nak mbarep sengaja nungguin bapaknya selesai semua urusan kuliah? Hmm...alhasil selepas sholat Isya, saya ajak dia bicara sambil elus-elus perut besar saya ini. "Nak, kalau sudah pengen ketemu ibu dan bapak, ayok. Mau sekarang, mau nanti, atau mau besok, ayok kami insyaAllah sudah siap. Bapak sama Ibu juga udah pengen ketemu. Tenang aja, ndak usah nungguin bapak selesai ujian, bapak udah ijin kok. Tapi, ini Ibu nggak bermaksud maksa lho ya. Ibu manut, ikut nak mbarep pengennya lahir kapan".
"Nak, kalau sudah pengen ketemu ibu dan bapak, ayok. Mau sekarang, nanti, atau mau besok, ayok...ibu dan bapak siap..."
Puji Tuhan, lagi-lagi, waktu yang sudah ditetapkan oleh-Nya akan selalu indah pada waktunya. Selepas sholat Isya saya ajak ngobrol jabang bayi kecil ini di dalam perut, selang beberapa jam, tepatnya jam 03:00 dini hari, saya mulai kontraksi. Subhanallah. Nggak pernah tau dengan pasti gimana yang namanya kontraksi sebelumnya. Cuman bisa ngebayangin, mengira-ngira dari cerita ibu-ibu di Youtube, dan lagi-lagi feeling. Ya, beneran semuanya soal feeling dan mendengarkan apa kata hati. Mulai dari kontraksi yang rasanya ceklit-ceklit dengan jeda waktu sejam, setengah jam, sampai dengan akhirnya mulai konstan terjadi tiap 5 menit. Jam 08:00 setelah sarapan bubur, tiba-tiba, saya muntah, hoek keluar semua lah itu bubur ayam Gasibu. Untuk kali pertama selama saya hamil, akhirnya saya ngalamin muntah juga. Feeling saya seketika itu langsung minta bapak suami untuk berangkat ke puskesmas, sekarang juga pak!
Proses persalinan di puskesmas
Setibanya di puskesmas, tentu saja saya langsung dipersilahkan menuju ruang persalinan dan dilakukan pengecekan awal. Ruang persalinan di Puskesmas Tegalrejo seingat saya bisa menampung hingga 2 atau 3 pasien (sebelum pandemi ya). Satu hal penting yang menjadi catatan, ketika saat itu ada lebih dari 1 ibu hamil yang juga butuh ruang persalinan, kita harus berbagi ruangan dengan ibu hamil lainnya 😊 Untuk saya sih itu nggak jadi masalah, tetap ada sekat yang membatasi juga kok, tapi kan kembali lagi, bisa jadi hal ini membuatmu nggak nyaman. Jadi, sewaktu menjalani proses kontraksi menunggu bukaan membesar, di tempat tidur sebelah ada ibu-ibu lain yang juga sedang menunggu bukaan. Selain itu, saya tidak ingat lagi detailnya seperti apa, kala itu pikiran saya cuman fokus konsentrasi buat menahan rasa sakit 😂 Wis ra kober ngopeni liyane, wkwkwkw.
Oiya, di Puskesmas Tegalrejo tidak ada kelas untuk fasilitas bangsal (ruang perawatan) yaa bu ibu. Semua pasien baik itu pasien umum, BPJS, atau jaminan kesehatan lain akan mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang sama.
Ternyata, setibanya di puskesmas, kondisi saya dinyatakan baru bukaan 2. Hmm, masih bukaan kecil ternyata. Untungnya, oleh bidan di Puskesmas saya diminta tetep stay disana, di ruang persalinan. Mungkin karena kala itu saya pasien pertama yang datang apa ya? Mungkin, bisa jadi.
Nah, ini nih proses yang luar biasa rasanya. Menemani si kecil mencari jalan lahirnya sambil terus mengiringi prosesnya dengan sabar dan doa. Di kepala saya saat itu fokusnya hanya satu, saya harus kuat, mbuh piye carane, MPC! Terus menerus mengafirmasi diri dengan hal-hal positif pokoknya.
Bertahan sampai dengan bukaan 8, air ketuban sudah mulai keluar. Ujian mental dan tenaga silih berganti satu per satu. Di satu sisi harus menahan diri gimana caranya biar nggak ngeden, tapi di sisi lain ternyata pun saya nggak bisa kontrol semua itu sepenuhnya. Ada perasaan rasa bersalah yang kala itu merasa tidak mampu menjalankan tugas kecil untuk menahan ngeden saja terus muncul di kepala saya. Pada akhirnya yang bisa dilakukan ya pasrah terus berdoa, merelakan sepenuhnya pada Allah SWT.
....saya lanjutkan di postingan berikutnya ya,
udah berasa kepanjangan ini soalnya, hehe.
Monggo, silahkan lanjut ke sini.
udah berasa kepanjangan ini soalnya, hehe.
Monggo, silahkan lanjut ke sini.
Posting Komentar